Senin, 10 Februari 2020

KISAH CINTA PARA DEWA

Kuhabiskan waktu di Muara lamuna
Dengan kesucian gangga yang telah lama ternoda
Saat pertikaian Antara pandawa dan kurawa aku lebih memilih memperhatikan sangkuni yang pandai bermuslihat. 

Sinta, jika saja saat itu kau turuti perkataan rama mungkin hanoman tak akan merasa bersalah saat tak mampu menjaga mu.
Kau tertipu oleh godaan rahwana yang ingin memiliki mu seutuhnya, tapi rahwana juga adalah pria bijaksana yang tak ingin memaksakan cintanya padamu.

CATATAN KECIL DARI SURGA


Nona, aku selipkan catatanku dalam selembar kertas didalam hadiah-hadiah istimewa itu. 
Saat ibu abadi membangunkanku dalam mimpi indah langit. 
Ketika cinta memalingkan wajahnya dihadapan ketidakpastian. 
Saat simbol-simbol bertebaran ke segala penjuru, aku mencoba merangkainya kembali agar kau bisa menerjemahkannya. 

Nona, sejak hari itu
Sebelum atau sesudahnya
Kita adalah takdir yang ditulis dalam kitab-kitab surga
Ramalan-ramalan manusia tak akan bisa merubah garis kehidupan. 
Dan benar saja, kita telah dipertemukan dalam waktu yang tak pernah terpikirkan. 

Nona, saat ini aku berteduh dibawah kelopak mata langit dan berada di pangkuan bumi
Dipeluk kutukan dan keberuntungan 
Keduanya adalah kenikmatan yang harus ku syukuri 
Seperti halnya cinta dan kebencian, siang dan malam, baik dan buruk semuanya harus berjalan bersama untuk mengerti maksud kehidupan. 

Nona, jika kau baca dengan teliti goresan tinta hitam pena tua itu yang ada hanya hamparan harapan. 
Aku tak bisa membaca keinginan langit maka aku takut untuk menuliskan keinginan hati sebab keinginan hati hanya akan menyakiti diri, seratus kali keinginan itu datang seribu kali aku menghapusnya. 

Nona, disenja yang berikutnya 
Aku ingin kau menemaniku disini
Menikmati secangkir susu yang disuguhkan nenek moyang kita. 
Mengantar cahaya menghilang di balik cakrawala 
Berbicara tentang aku dan kamu
Tentang kita yang abadi. 
#puisiaksara 
#rumahpenatua 
#pelukisjejak

RINDU DAN RANU KUMBOLO

.                  Rangga Dewantara 

Dinda
Tetaplah setia menungguku pada pengembaraan ini.
Lembah-lembah telah menjadi teman akrab bagiku
Pohon-pohon pinus dan hutan lumut menjadi sahabat perjalanan, sejenak menggantikanmu sebagai teman berceritaku. 
Malam ini begitu dingin
Angin seakan ingin menunjukkan keberadaannya padaku
Ranu Kumbolo tak berkabut seperti biasanya
Rembulan bersinar setengah sempurna mengintipku dengan malu dari celah-celah awan. 
Dinda
Seorang yang kau sebut sebagai kekasihmu ini
Kini menyempatkan diri untuk menulis catatan ini didepan tandanya yang berembun 
Berharap langit menyampaikan padamu bahwa lelaki yang selalu merinduimu setiap saat sedang baik-baik saja disini. 
Bintang-Bintang menatapku dengan cemburu, melihatku yang tak jenuhnya memandang gambarmu di walpaper handphoneku
Sementara kopi yang menemaniku malam ini mulai habis dan begitu dingin. 
Dinda
Bunga Verbana di oro-oro ombo saat ini sedang mekar, aku akan memotretnya untuk mu, sebagai kenangan untuk ku bawa pulang nanti, agar kita bisa sama-sama ingat bahwa di antara hamparan bunga-bunga ini aku pernah merinduimu sebagai kekasihku. 
Ketika nanti aku melewati tanjakan cinta
Aku sebenarnya ingin membayangkan dirimu dalam pikiranku agar cinta kita abadi seperti mitos-mitos yang dipercayai. 
Juga doakan aku saat melewati kalimati, agar doamu bisa menjadi penawar gas-gas beracun itu. 
Setelah semuanya ku lewati, aku ingin Meneriakan namamu di puncak mahameru. 
Dinda
Sekian dulu ceritaku untuk malam ini
Aku ingin merebahkan badanku dari lelah hari ini. 
Setialah menunggu, karena aku masih memiliki banyak perjalanan lagi setelah ini. 
Cerita tentang kesetiaanmu akan tertulis begitu panjang dalam buku diariku
Dan cerita cinta kita akan tertulis begitu panjang dalam catatan semesta. 

               Malang 7-2-2020

#pelukisjejak 
#puisiaksara 
#rumahpenatua

SYAIR UNTUK DIRI

.               Rangga Dewantara 

Segelas anggur tak mampu hilangkan dahaga
Air sekolam hilang tak tersisa
Bunga mekar dipinggir danau
Ikan di kolam melompat ke daratan 
Suara kidung hilang ditelan sepi
Api menyala meredam gelap 
Panas melelehkan segala raga
Bola mata menerawang diujung ufuk
Sehelai rambut menguak kebenaran 
Sejak kapan langit menjadi adil
Tanah tetaplah menjadi tanah
Secepat kilat semua menjadi hilang 
Fajar datang membangunkan mata
Senja pergi mengantar renungan
Empat rakaat delapan kali sejud
Sebelum gelap mengantar lelap
Di tepi lautan ombak merobek karang
Air di hilir belum sampai hulu
Sangat sulit mencapai puncak gunung 
Puncak gunung hanya sejengkal jika menuju langit
Ratusan kelok harus di lalui
Lembah-lembah tetap dilewati
Keringat jatuh membasahi bumi
Air mata jatuh dari mata hati. 

#rumahpenatua 
#pelukisjejak 
#puisiaksara

Kamis, 24 Oktober 2019

Kau Harus Tau Mbojoku

Setelah senja mulai berwarna jingga di ufuk sana
Aku masih terjaga di beranda rumah untuk merinduimu
Saat orang-orang sibuk memikirkan masa depan 
Aku masih sibuk mengurus mu dalam pikiran ku
Kau adalah cinta yang benar-benar dicintai, rindu yang selalu dirindu, juga benci yang selalu dibenci. 
Kau adalah megah yang tak sanggup diungkapkan dengan jutaan aksara
Bahkan tak sanggup dikalahkan oleh apapun didunia
Satu dari ribuan nama yang jatuh tepat di hatiku
Kapan-kapan akan ku ajak kau kesana
Ke tanah lelulurku
Dimana nenek moyangku pernah tinggal
Kau kan ku ajak untuk mencicipi manisnya oi taa, juga enaknya karampi buatan ibu tapi kau harusnya mencicipi oi mangge buatan ayah agar kau tau rasanya kesederhanaan. 
Kan kumandikan kau dengan air susu kuda agar kulitmu selembut sutra
Tapi Aku masih ragu kau akan mau
Disana tak sedingin kota ini
Jalanan tak begitu riuh dengan kendaraan 
Rumah-rumah masih terbuat dari kayu. 
Perempuan disana masih suka memakai rimpu. 
 Aku tersudut sepi di negeri sambori
Saat riuh suara mantra para ncuhi di puncak sangiang. 
kan ku ajak kau bertemu dewa-dewa cinta di puncak tambora
Kan suruh leluhurku di tanah wera tuk mengucap mantra dengan manis
Dan memohon pada roh para raja untuk merestuimu sebagai kekasihku.
Kau kan ujak ke uma lengge
Menlanjutkan perjalanan sampai ke punce
Kan ku beritahu kau tentang isi hatiku saat laut lariti terbelah menjadi dua
Menemui putri la bibano di wane
Sampai menggantung batu permohonan di pulau satonda. 
Setelah semuanya selesai
Kita nikmati senja dilawata
Sembari menunggu jara wera dan jara sara'u mengiring kita menuju istana. 

Selasa, 22 Oktober 2019

Aku Ingin Menjadi Mbojo

Ina
Aku ingin bertanya apa arti rimpu bagi perempuan Mbojo
Sebab rimpu selalu menghalangi pandanganku pada seorang gadis yang berbicara denganku. 
Ama
Aku ingin bertanya perihal sampari untuk lelaki di dana mbojo
Perlukah tradisi compo sampari untuk anak laki-laki di tanah ini.  
Ama, ina.. 
Apakah tradisi hanya ritual dan kegiatan yang dilakukan ketika kita sedang ingin saja
Sebab aku tak pernah melihat lagi semuanya itu di tanah leluhur ini. 
Bahagiakah leluhur kita disana dengan keadaan kita hari ini..? 
Atau mereka sedang mengutuk kita karena tak paham lagi dengan nilai luhur. 
Ama,  ina.. 
Ku dengar orang-orang meneriakan kata Maja labo dahu. 
Tapi ku lihat mereka kebingungan 
Benarkah mereka paham dengan kata itu
Atau mereka hanya berceramah tuk menutupi ketidaktahuan mereka. 
Kata mereka ngaha ai na ngoho
Tapi kalau tak ngoho tiwara ndi ngaha
Manakah diantara keduanya yang benar..
Atau itu hanya semboyan tak jelas seperti semboyan-semboyan sebelumnya. 
Ina, 
benarkah rimpu adalah semboyan bagi wanita Mbojo
Tapi mengapa sekarang aku tak melihat satupun wanita Mbojo yang mengenakan rimpu. 
Benarkah hilangnya rimpu bersamaan dengan hilang identitas diri wanita di tanah ini. 
Ama 
apa benar, tradisi compo sampari untuk menanamkan nilai ksatria pada anak lelaki di dana Mbojo
Tapi aku tak melihat wajah-wajah ksatria itu, yang kulihat hanya mereka yang saling bertengkar menunjukan kehebatan, saling mencaci sampai membunuh. 
Apa seperti itu yang disebut ksatria..!
Yang berkelaluan seperti pembunuh berdarah dingin. 
Ama, 
Ina, 
Aku ingin menjadi Mbojo
Mbojo yang benar-benar Mbojo
Maka ajari anakmu tuk menjadi Mbojo
Agar Mbojo tak menjadi dana ma mbuja

Rangga Dewantara 
   Sel 20 Oktober 2019
        Malang


Kamis, 10 Oktober 2019

Asing Dan Terhempas Di sudut Kota

Apa yang hilang disini
Jiwa-jiwa pemberani merasa sepi
Asing dan terhempas di sudut kota
Hanya bisa bergumam dengan kata-kata
Kota telah lama mati
Desa juga akan ikut mati
Lupa dengan jiwanya sendiri
Tak bisa lagi menyadari
Angin alam membawa kedamaian
Angin manusia hadirkan kebencian
Manusia tak lagi ingin damai
Isyarat alam tak jua dipahami
Kota mati tak berbudaya
Desa mulai kehilangan budaya
Apa karena dendam tipudaya
kita tak lagi saling percaya.
Asing ia di kota
Asing jua ia dengan desa
Kemena lagi ia melangkah
Kemana lagi ia harus pulang
Jalan yg bersama di lalui
Kini tak bisa lagi di temui.

Jumat, 07 Juni 2019

PERBINCANGAN DENGAN MASA DEPAN


Yang lama akan bertambah lama
Di kedai-kedai kecil orang-orang saling berbisik
Jalanan ibukota tak akan lagi ramai
Kelak aku hanya akan duduk santai di rumah

Asap hitam akan bertambah banyak
Manusia-manusia besi lebih banyak bekerja
Aku lebih suka memainkan benda kecil yang sudah seperti pakaian bagiku
Aku akan menjadi seperti manusia lumpuh

Aku lebih suka meminjam uang dari tetanggaku di luar negeri
Tapi tetanggaku suka mengambil rumah mereka yg tak sanggup membayar utangnya
Akankah rumah indahku ini juga akan di ambil olehnya

Ku habiskan uangku di atas jalanan licin yang mereka buat, padahal ku habiskan uangku untuk membuat jalanan itu.
Aku membayar milikku untuk mereka.

Malang 7 Juni 2019
     Rangga dewantara

Kamis, 07 Februari 2019

KU TITIPKAN HATI YANG RAPUH

Matahari yang terik
Serta hujan yang jatuh
Mereka tak perlu khawatir
Sebab aku akan mencari tempat untuk berteduh
Entah itu panas yang menyengat
Atau air menggenang
Pasti kan ku rangkul erat
Untuk selalu bisa ku kenang
Masa dan cerita bukanlah sebuah derita
Karena pejuang cinta membutuhkan hati yang tertata
Berjalan dibawah keteduhan juga perlu usaha
Begitupun juga dengan rasa, pasti akan berjalan berdampingan dengan resah.
Hati bukan hanya untuk yang mengerti
Tetapi juga untuk mereka yang kita rasa berarti.
Kelak akan akan ku titipkan hati dabawah naungan jiwa yang teduh
Sebeb seberapapun ia hancur
Pasti kan kembali menjadi utuh

Rabu, 06 Februari 2019

BARISAN KATA-KATA

Kini anak-anak Pertiwi tak bisa lagi berkata-kata di atas negeri demokrasi.
Demokrasi dibuat seolah hanya sebagai dekorasi.
Kata-kata sederhana dianggap bencana
Karena merasa bisa merusak rencana.
Orang-orang jenius dianggap musuh yang ambisius
Menerkam mereka dengan cara yang halus.
Kata-kata dikurung dalam penjara
Karena alasan berbeda bendera.
Negara tak lagi ramah
Bagi orang-orang yang lemah.
Kekuasaan menjadi hal utama
Sehingga tak lagi mengindahkan kesejahteraan bersama.
Kata elektabilitas menjadi hal prioritas
Merancangnya dengan cara yang tak waras.
Ditayangkan di media-media televisi
Dengan cara-cara yang berfariasi
Negeriku yang demokratis
Jangan bungkam orang-orang kritis
Mereka tidak anarkis juga tidak melakukan persekusi
Jika kata-kata dianggap musuh
Untuk apa suara dihadirkan
Jika kata-kata dibungkam dan dikurung
Maka yakinlah akan lahir barisan kata-kata


Senin, 04 Februari 2019

Hujan Lembayun

Lembayun..
Hujan malam ini belum juga usai
Sedangkan kau masih gelisah menunggu jemputan
Ku lihat kau berteduh di teras ruko itu
Sambil sesekali memperbaiki jaketmu
Lembayun..
Hujan di bulan February
Kadang membawa kenangan juga menghadirkan gelisah
sesekali kau terlihat merenung kemudian kau barpaling melihat handphone mu seolah gelisah karena menunggu itu tak menyenangkan seperti kepastian
Lembayun..
Malam ini begitu dingin
Tapi tak seperti hatimu
Ku lihat kau masih setia menunggu dengan hati yang hangat.
Lembayun..
Tunggulah dengan sabar
Tunggu sampai hujan reda
Kelak ketika dia datang
Dia akan sadar bahwa kau selalu ada

Al-FATIHA

Engkau mencari jalan yang mana dan hendak menuju kemana...?  Engkau membuka pintu yang mana dan membuka lembaran yang mana....? ...